Tahlil, Ajaran Kiaiku
Baru saja, setelah magrib, aku diberikan wejangan mengenai tahlil. “Tahlil” arti harfiyahnya adalah kalimat toyyibah atau perkataan yang baik, yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai kalimat “Laa ilaaha illallaah”, tiada Tuhan selain Allah. Namun yang biasa disebut tahlilan adalah paket bacaan-bacaan dan doa yang telah mentradisi bagi umat Islam, khususnya di Indonesia.
Paket itu disebut tahlil karena salah satu yang dibaca adalah“Laa ilaaha illallaah”. Kata kiaiku, terkadang mengucapkan satu bagian bisa dimaksudkan sebagai keseluruhan, ithla’ul juz’i wa irodatul kulli.
Tahlil itu berisi sejumlah bacaan-bacaan ayat-ayat tertentu dan kalimah-kalimat toyyibah pada umumnya. Semua itu berdasarkan pada hadisnya masing-masing. Semuanya punya dasar hukum.
Jadi di sini ada rangkaian kata dalam tahlilan. Sebenarnya bisa di bolak-balik, tidak harus berurutan karena memang tujuannya sama. Tetapi karena supaya mudah diikuti oleh makmumnya maka harus sesuai dengan ramuan yang telah dibuat oleh orang-orang terdahulu.
Tahlil dilakukan dalam rangka pengelolaan rohani untuk bertakdim, berbakti, atau kumawulo kepada pada pendahulu-pendahulu kita sampai Nabi Muhammad SAW, karena atas jasa para pendahulu itulah maka kita di sini menjadi sebagai orang mukmin dan muslim.
Jadi kalau tidak ada pendahulu-pendahulu kita tidak mungkin kenal dengan Islam: Atas jasa Nabi dan para sahabatnya sampai orang tua dan guru-guru kita, maka kita bisa mengenal Islam. Karena itulah perlu ada wujud penghargaan pada orang yang telah meninggal sebelum kita.
Ahli-ahli ilmu hati ini mencoba merumuskan bacaan-bacaan kalimat toyyibah, dan ini kemudian diyakini adalah sebagai cara berbakti kepada orang yang telah mati. Yang telah benar-benar berjasa pada kita gan! Kita mendoakan mereka dengan paket kalimat thoyyibah itu.
Kok yo mantep-mantepe? Kalau seandainya tidak yakin dengan kalimat itu, silahkan saja merumuskan cara baru. Paket yang disebut oleh Indonesia disebut tahlil bisa dibuat versi sendiri asalkan untuk tujuan berdoa dan berbakti kepada orang tuanya, leluhurnya, ulamanya.
Jadi bila disusun dan bisa komplit maka bisa seperti apa saja, asalkan sesuai dengan tujuan awal yaitu takdim kepada leluhur kita. Tapi pertanyaannya, apakah anda yang mau menyusun bacaan tersendiri itu telah memenuhi kompetensi dan standar-standar tertentu?
Komentar
Posting Komentar